Tuesday

Bab 8 / Pemerintahan di wilayah Syam (Syria)

 

Pemerintahan di Wilayah Syam (Syria)

Dalam proses penghijrahan suku, beberapa orang Quda’a mencapai perbatasan Syria di mana mereka menetap. Mereka tergolong dalam keluarga Sulaih bin Halwan, yang keturunannya adalah putra Duj‘am bin Sulaih yang dikenal sebagai Ad-Duja‘ima.

Kisah Pemilik Hidhr:

Hidhr adalah sebuah benteng yang sangat besar. Ia dibangun oleh Raja Sathirun di pinggiran Sungai Eufrat. Benteng itu sangat tinggi dan luas, dan luasnya laksana sebuah kota yang besar. Benteng itu sangat indah, unik, dan bagus. Semua negeri dan wilayah terhimpun di dalamnya. Nama asli As-Sathirun adalah Adh-Dhaizin bin Mu’awiyah bin Ubaid bin Ajram, berasal dari bani Sulaih bin Halwan bin Al Haaf bin Qadha’ah.

Sebagian lain berkata, “Ia berasal dari Jaramiqah. Ia salah seorang raja Thawaif. Ia mengutamakan Thawaif jika berkumpul untuk menyerang musuh daripada yang lain. Bentengnya berada di antara Sungai Dajlah dan Sungai Eufrat.

Ibnu Hisyam berkata, “Kisra Sabur Dzulaktaf menyerang As-Sathirun, sang pemilik Benteng Hidhr.”

Disebutkan oleh As-Suhaili, “Sesungguhnya yang menyerang pemilik Benteng Hidhr adalah Sabur bin Azad Syair bin Babik, raja pertama yang muncul dari bani Sasan. Ia Raja Thawaif yang paling hina. Ia dikembalikan kepada para Kisra. Adapun Sabur Dzulaktaf bin Hurmuz, muncul beberapa abad setelah itu.”

Ibnu Hisyam berkata, “Kisra mengepung As-Sathirun selama 2 tahun.”

 

Yang lain berkata, “Selama 4 tahun.”

As-Sathirun iri kepada negeri Sabur di Irak, ketika ia sedang tidak ada. Putri As-Sathirun yang bernama An-Nadhirah melihat Sabur yang sedang mengenakan pakaian dari sutra dan di atas kepalanya mahkota dari emas bertatahkan batu mulia, intan, dan permata, indah sekali. Ia lalu dengan sembunyi-sembunyi mendekat kepadanya dan berkata, “Apakah engkau mau menikahiku jika aku bukakan untukmu pintu-pintu Hidhr?” Sabur menjawab, “Ya.”

Pada sore hari As-Sathirun minum hingga mabuk berat. Ia tidak tidur kecuali sedang mabuk. An-Nadhirah mengambil kunci-kunci pintu Hidhr di bawah kepalanya, kemudian mengirimnya melalui budak yang ia miliki.

Setelah itu pintu Hidhr terbuka.

Dikatakan, “An-Nadhirah menunjuki mereka sungai yang menjadi jalan masuk air. Sungai itu sangat luas sehingga mereka dapat masuk dari sungai itu menuju Hidhr.”

Dikatakan pula, “An-Nadhirah menunjuki mereka dengan tulisan yang ada di atas Hidhr.”

Menurut mereka Hidhr tidak akan terbuka hingga diambil seekor burung dara berwarna abu-abu. Kemudian kedua kakinya diberi warna dengan darah haid gadis muda hingga berwarna biru. Setelah itu burung dilepaskan. Jika ia tepat di atas pagar Hidhr maka tulisan mantra akan jatuh dan akan membuka pintu. Hal itu dilakukannya hingga pintu terbuka.

 Sabur pun masuk dan berhasil membunuh As-Sathirun. Sabur dengan sekehendaknya menghancurkan Hidhr. Sabur pergi dengan membawa An Nadhirah, lalu menikahinya. Ketika dia sedang tidur di kasurnya pada suatu malam, ia gelisah dan tidak bisa tidur. Sabur meminta lilin untuk mengecek kasurnya, dan ia menemukan daun Raihan (bunga yang harum baunya).

Sabur pun berkata kepadanya, “Apakah ini yang menjadikan engkau tidak bisa tidur?” Ia menjawab, “Ya.” Sabur berkata lagi, “Apa yang biasa dilakukan Ayahmu terhadapmu?” Ia menjawab, “Ia menggelar beludru dan memakaikan sutra kepadaku. Memberiku makan berupa otak dan memberiku minuman berupa arak.” Sabur berkata, “Apakah balasan untuk Ayahmu berupa apa yang engkau perbuat terhadapnya? Engkau akan lebih cepat mencelakakanku.”

Ia lalu mengeluarkan perintah berkenaan dengannya, maka kuncung-kuncung rambutnya diikatkan ke ekor kuda. Kuda pun menyepaknya dengan kedua kakinya sehingga An-Nadhirah mati.

 (kredit: https://umma.id/article/share/id/6/223029